Rabu, 09 Mei 2012

SEMBUH DARI KOMA 2 TAHUN, SETELAH BERJUMPA DENGAN IMAM MAHDI


Peristiwa ini terjadi pada tahun 1980an. Terjadi di kota Tibriz, Iran. Kisah ini disampaikan langsung oleh seseorang yang bernama Al-Mirdamadi. Ini kisah tentang seseorang wwanita yang berjumpa dengan Imam Mahdi, ketika suaminya sedang sakit keras. Al-Mirdamadi sendiri mendengar kisah ini langsung dari orang tersebut.
Berikut kisahnya, sebagaimana disampaikan oleh Al-Mirdamadi:
“Seorang arsitek muda tinggal bersama isteri dan anaknya di kota Tibriz, Iran. Seperti biasa, setiap pagi ia pergi kerja dengan mengendarai monil. Hari itu, walaupun diluar diselimuti salju, ia tetap pergi ke kantor.
Ditengah perjalanan, jalanan macet sekali. Bahkan hampir tak bergerak. Hal itu disebabkan oleh timbunan salju yang menutupi jalan. Karena tak mungkin melanjutkan perjalanan, orang itu memutuskan untuk kembali ke rumah. Ia pun berbelok memutar mobilnya. Saat itulah, dari arah berlawanan muncul mobil dengan kecepatan tinggi. Tabrakan pun tak dapat dihindarkan.
Tubuh arsitek itu terpental ke depan membentur kaca dan mendarat keras di jalan bersalju. Ia terluka parah. Terutama di bagian kepala. Dalam sekejap, beberapa orang mengerumuni tempat kejadian itu. Dengan tubuh penuh luka, arsitek itu dibawa ke rumah sakit terdekat.
Spesialis otak di rumah sakit itu yang bernama Dokter Ashghari segera memeriksa kondisi sang arsitek. Setelah melihat keadaannya, ia segera meminta keterangan perihal kecelakaan yang menimpa sang arsitek kepada orang yang mengantarnya tadi.
Kepada isteri arsitek yang datang kemudian, Dokter Ashghari mengatakan bahwa kondisinya sangat parah. Tapi anehnya, kondisinya masih tetap bernyawa. Artinya, secara medis sebenarnya sudah akut, tapi tanda-tanda kehidupan masih tampak jelas. Ini sesuatu yang tidak biasa dalam kedokteran. Ini juga pengalaman yang belum pernah dialami sebelumnya oleh Dokter Ashghari. Kepada isteri dari arsitek itu, Dokter Ashghari kemudian mengatakan bahwa ia akan melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan suaminya.
Ditemani oleh beberapa pakar bedah yang lain, Dokter Ashghari memimpin perencanaan operasi terhadap sang arsitek. Sayangnya, kondisi sang arsitek semakin lama semakin melemah. Beberapa saat kemudian ia koma dan seluruh anggota tubuhnya tidak bergerak lagi. Meskipun beragam cara sudah dilakukan oleh para ahli, kondisi sang arsitek tidak mengalami kemajuan sedikit pun. Ia terbujur koma selama beberapa bulan. Operasi tidak jadi dilakukan.
Melihat kondisi pasien yang seperti itu, pihak rumah sakit kemudian memutuskan untuk hasil scan berikut seluruh transkrip diagnosa arsitek itu ke beberapa rumah sakit di Iran. Mereka berharap mendapt masukan dari para dokter-dokter ahli dan senior. Semua dokter terkejut mengetahui pasien separah itu masih bertahan hidup. Padahal, kondisinya sudah sangat parah.
Akhirnya, mereka sepakat untuk mengirim semua hasil diagnosa ke salah satu rumah sakit di Jerman. Gayung bersambut, dokter Jerman bersedia membantu proses penyembuhan. Tapi mereka juga menegaskan bahwa mereka pesimis bisa menolong sang arsitek.
Karena terlalu lama koma, paru-paru dan otak sang arsitek mulai mengalami pendarahan. Dengan berat hati, dokter memberitahu isteri arsitek itu bahwa semuanya mungkin akan berakhir buruk. Mereka akan berusaha semaksimal mungkin, tapi tidak bisa memberikan harapan yang berlebihan.
Saat itu, semua keluarga berkumpul di rumah sakit. Termasuk isteri dan anak arsitek itu. Isterinya tampak sangat sedih dan penuh keputusasaan. Lalu, ada seorang anggota keluarga yang mendekati isteri arsitek itu dan menyarankannya untuk berdoa kepada Imam Mahdi untuk kesembuhan suaminya. Ia menyarankan agar doa itu dipanjatkan dengan sangat khusyuk dan terus menerus selama berhari-hari.
“Insyaallah, dengan doa itu Allah swt akan menyembuhkan kesehatan suami ibu. Walaupun para dokter telah memvonis sulit untuk menyelamatkan suami ibu. Selalu ada harapan bagi para pecinta Imam Mahdi. Maut adalah kuasa Allah swt,” katanya menasehati isteri arsitek.
Sejak malam itu, isteri arsitek tak pernah alpa untuk salat malam dan berdoa kepada Imam Mahdi demi kesembuhan suaminya. Pada tengah malam, setelah suaminya dirawat sekitar 4 bulan lebih di rumah sakit, isteri arsitek itu keluar dari mushalla rumah sakit dan hendak menuju kamar tempat suaminya di rawat.
Malam itu, salju turun lebat. Halaman rumah sakit tertutup oleh butiran salju tebal. Isteri arsitek itu tampak sangat tertekan. Ia seperti semakin tipis harapan pada keselamatan suaminya yang telah empat bulan lebih di rawat. Karen tekanan yang amat sangat, wanita itu kemudian berteriak di tengah-tengah halaman yang penuh salju, memanggil-manggil Imam Mahdi dan memohon kesembuhan suaminya.
“Wahai Imam, dengarlah panggilanku ini. Dengan izin dan kuasa Allah, sembuhkanlah suamiku. Buatlah dia sehat kembali. Aku memiliki tiga anak yang akan menjadi yatim, jika ayah mereka meninggal. Aku tak sanggup menjalani hidup seperti itu. Sembuhkanlah suamiku.” ia berteriak dengan lantang di tengah halaman yang bersalju dan tersungkur bersujud di atas tanah.
Setelah itu, wanita itu kemudian masuk menuju kamar suaminya yang tetap tak sadarkan diri seperti biasanya. Namun anehnya, setelah melakukan hal tadi, berteriak memanggil nama Imam Mahdi, isteri arsitek itu merasa bahwa beban berat yang ada di dadanya seperti terangkat dan mencair.
Ia merasakan kelegaan serta perasaan damai. Bahkan, justru muncul perasaan rela dan ikhlas, jika Allah swt berkenan untuk memanggil suaminya menuju keharibaan-Nya. Entah, mengapa perasaan ikhlas itu datang tiba-tiba. Ia seperti merasa kuat dan tegar, jika suaminya kelak meninggal. Namun, isteri arsitek itu tidak begitu perhatian dengan apa yang dirasakannya itu.  
Beberapa minggu setelah itu, tak ada perubahan yang berarti pada kondisi suaminya. Namun ia terus berdoa kepada Imam Mahdi, seperti disarankan sahabat suaminya. Ia tidak putus asa. Terus berdoa memohon kesembuhan suaminya.
Pada suatu malam, ia terlelap tidur di samping suaminya yang koma, tak sadarkan diri. Isteri arsitek itu bermimpi. Ia bermimpi melihat masjid yang di depan rumahnya sesak dipenuhi oleh jamaah. Sementara di atas mimbar seorang ulama yang sangat berwibawa dan terang rona wajahnya, terlihat sedang berkhotbah tentang kisah perpisahan Husain bin Ali, cucu Nabi saw, dengan keluarganya ketika hendak menjalankan perang Karbala, yang akhirnya membuatnya gugur sebagai syahid.
Ulama itu mengisahkan detik-detik ketika cucu Nabi itu dibunuh oleh para musuhnya. Ia juga menceritakan bagaimana Sayyidah Zainab, saudara Husain sendiri, memeluk jasad kakak lelakinya dan menangis tersedu-sedu.
Tiba-tiba, ulama yang berada diatas mimbar itu menoleh kepada isteri arsitek itu dan memanggil namanya. Kontan saja isteri arsitek itu kaget dan menoleh ke arah ulama yang sedang berceramah itu.
Setelah melihat wajah ulama itu, isteri arsitek itu langsung menangis sejadi-jadinya. Ia menangis sembari mengangkat tangannya tanda syukur. Entah bagaimana, ia merasa bahwa ulama yang ada diatas mimbar itu adalah Imam Mahdi, yang selama ini selalu disebut-sebutnya dalam setiap doanya untuk kesembuhan suaminya.
Ulama itu kemudian berkata,
"Putriku. Allah swt telah mengabulkan doamu. Pergilah pada suamimu. Tidak lama lagi ia akan sembuh dan sehat kembali."
Mendengar itu, isteri arsitek itu semakin larut dalam tangis harunya. Ia memanjatkan puja-puji syukur pada Allah swt. Ia juga memanggil-manggil nama Imam Mahdi.
“Wahai Imam....Wahai Imam......” pekiknya keras.
Saat menjerit memanggil nama Imam Mahdi itulah ia dibangunkan oleh saudara perempuannya yang menemainya di rumah sakit. Isteri arsitek itu sadar dari mimpinya. Ia kemudian memeluk erat tubuh suaminya yang masih tetap tak sadar.
Sejak bermimpi itulah, isteri arsitek itu bulat keyakinannya bahwa suaminya akan sembuh total. Dan keyakinannya sangat benar. Terhitung sejak malam itu, suaminya terus mengalami perkembangan positif, sesuatu yang sama sekali tak disangka dan tak dimengerti oleh tim dokter. Kesadaran dan daya tahan tubuh arsitek itu terus mengalami perkembangan baik.
Dokter tak bisa mendeteksi bagaimana hal itu bsia terjadi. Padahal, menurut perhitungan dokter, kecil sekali kemungkinan itu terjadi. Akhirnya, satu tahun lebih setelah mimpi itu, arsitek itu sembuh total dan diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
“Hidup kami lebih tenteram berkat karamah Imam Mahdi. Betapa indahnya kala seorang pecinta yang dimabuk rindu pada Imam Mahdi bisa melihat Imamnya itu. Menyaksikan wibawa dan keagungannya, dan merasakan beliau mengabulkan permintaan. Sungguh luar biasa. Kami tidak akan pernah melupakan semua ini,” kata isteri arsitek itu setelah suaminya sembuh.
Ia pun menceritakan apa yang dialaminya itu pada suaminya. Mereka pun menjadi keluarga pecinta Imam Mahdi.   

1 komentar: