Peristiwa ini terjadi pada tahun
1980an. Terjadi
di kota Tibriz, Iran. Kisah ini disampaikan langsung oleh seseorang yang
bernama Al-Mirdamadi. Ini kisah tentang seseorang wwanita yang berjumpa dengan
Imam Mahdi, ketika suaminya sedang sakit keras. Al-Mirdamadi sendiri mendengar
kisah ini langsung dari orang tersebut.
Berikut kisahnya, sebagaimana
disampaikan oleh Al-Mirdamadi:
“Seorang arsitek muda tinggal bersama
isteri dan anaknya di kota Tibriz, Iran. Seperti biasa, setiap pagi ia pergi kerja
dengan mengendarai monil. Hari itu, walaupun diluar diselimuti salju, ia tetap pergi
ke kantor.
Ditengah perjalanan, jalanan macet
sekali. Bahkan hampir tak bergerak. Hal itu disebabkan oleh timbunan salju yang
menutupi jalan. Karena tak mungkin melanjutkan perjalanan, orang itu memutuskan
untuk kembali ke rumah. Ia pun berbelok memutar mobilnya. Saat itulah, dari
arah berlawanan muncul mobil dengan kecepatan tinggi. Tabrakan pun tak dapat
dihindarkan.
Tubuh arsitek itu terpental ke depan
membentur kaca dan mendarat keras di jalan bersalju. Ia terluka parah. Terutama
di bagian kepala. Dalam sekejap, beberapa orang mengerumuni tempat kejadian itu.
Dengan tubuh penuh luka, arsitek itu dibawa ke rumah sakit terdekat.
Spesialis otak di rumah sakit itu yang
bernama Dokter Ashghari segera memeriksa kondisi sang arsitek. Setelah melihat
keadaannya, ia segera meminta keterangan perihal kecelakaan yang menimpa sang
arsitek kepada orang yang mengantarnya tadi.
Kepada isteri arsitek yang datang
kemudian, Dokter Ashghari mengatakan bahwa kondisinya sangat parah. Tapi
anehnya, kondisinya masih tetap bernyawa. Artinya, secara medis sebenarnya
sudah akut, tapi tanda-tanda kehidupan masih tampak jelas. Ini sesuatu yang
tidak biasa dalam kedokteran. Ini juga pengalaman yang belum pernah dialami
sebelumnya oleh Dokter Ashghari. Kepada isteri dari arsitek itu, Dokter
Ashghari kemudian mengatakan bahwa ia akan melakukan yang terbaik untuk
menyelamatkan suaminya.
Ditemani oleh beberapa pakar bedah
yang lain, Dokter Ashghari memimpin perencanaan operasi terhadap sang arsitek.
Sayangnya, kondisi sang arsitek semakin lama semakin melemah. Beberapa saat
kemudian ia koma dan seluruh anggota tubuhnya tidak bergerak lagi. Meskipun
beragam cara sudah dilakukan oleh para ahli, kondisi sang arsitek tidak
mengalami kemajuan sedikit pun. Ia terbujur koma selama beberapa bulan. Operasi
tidak jadi dilakukan.
Melihat kondisi pasien yang seperti
itu, pihak rumah sakit kemudian memutuskan untuk hasil scan berikut
seluruh transkrip diagnosa arsitek itu ke beberapa rumah sakit di Iran. Mereka
berharap mendapt masukan dari para dokter-dokter ahli dan senior. Semua dokter
terkejut mengetahui pasien separah itu masih bertahan hidup. Padahal, kondisinya
sudah sangat parah.
Akhirnya, mereka sepakat untuk
mengirim semua hasil diagnosa ke salah satu rumah sakit di Jerman. Gayung
bersambut, dokter Jerman bersedia membantu proses penyembuhan. Tapi mereka juga
menegaskan bahwa mereka pesimis bisa menolong sang arsitek.
Karena terlalu lama koma, paru-paru
dan otak sang arsitek mulai mengalami pendarahan. Dengan berat hati, dokter
memberitahu isteri arsitek itu bahwa semuanya mungkin akan berakhir buruk. Mereka
akan berusaha semaksimal mungkin, tapi tidak bisa memberikan harapan yang
berlebihan.
Saat itu, semua keluarga berkumpul di
rumah sakit. Termasuk isteri dan anak arsitek itu. Isterinya tampak sangat
sedih dan penuh keputusasaan. Lalu, ada seorang anggota keluarga yang mendekati
isteri arsitek itu dan menyarankannya untuk berdoa kepada Imam Mahdi untuk
kesembuhan suaminya. Ia menyarankan agar doa itu dipanjatkan dengan sangat
khusyuk dan terus menerus selama berhari-hari.
“Insyaallah, dengan doa itu Allah swt
akan menyembuhkan kesehatan suami ibu. Walaupun para dokter telah memvonis
sulit untuk menyelamatkan suami ibu. Selalu ada harapan bagi para pecinta Imam
Mahdi. Maut adalah kuasa Allah swt,” katanya menasehati isteri arsitek.
Sejak malam itu, isteri arsitek tak
pernah alpa untuk salat malam dan berdoa kepada Imam Mahdi demi kesembuhan
suaminya. Pada tengah malam, setelah suaminya dirawat sekitar 4 bulan lebih di
rumah sakit, isteri arsitek itu keluar dari mushalla rumah sakit dan hendak
menuju kamar tempat suaminya di rawat.
Malam itu, salju turun lebat. Halaman
rumah sakit tertutup oleh butiran salju tebal. Isteri arsitek itu tampak sangat
tertekan. Ia seperti semakin tipis harapan pada keselamatan suaminya yang telah
empat bulan lebih di rawat. Karen tekanan yang amat sangat, wanita itu kemudian
berteriak di tengah-tengah halaman yang penuh salju, memanggil-manggil Imam
Mahdi dan memohon kesembuhan suaminya.
“Wahai Imam, dengarlah panggilanku
ini. Dengan izin dan kuasa Allah, sembuhkanlah suamiku. Buatlah dia sehat
kembali. Aku memiliki tiga anak yang akan menjadi yatim, jika ayah mereka
meninggal. Aku tak sanggup menjalani hidup seperti itu. Sembuhkanlah suamiku.”
ia berteriak dengan lantang di tengah halaman yang bersalju dan tersungkur
bersujud di atas tanah.
Setelah itu, wanita itu kemudian masuk
menuju kamar suaminya yang tetap tak sadarkan diri seperti biasanya. Namun
anehnya, setelah melakukan hal tadi, berteriak memanggil nama Imam Mahdi,
isteri arsitek itu merasa bahwa beban berat yang ada di dadanya seperti
terangkat dan mencair.
Ia merasakan kelegaan serta perasaan damai.
Bahkan, justru muncul perasaan rela dan ikhlas, jika Allah swt berkenan untuk
memanggil suaminya menuju keharibaan-Nya. Entah, mengapa perasaan ikhlas itu
datang tiba-tiba. Ia seperti merasa kuat dan tegar, jika suaminya kelak
meninggal. Namun, isteri arsitek itu tidak begitu perhatian dengan apa yang
dirasakannya itu.
Beberapa minggu setelah itu, tak ada
perubahan yang berarti pada kondisi suaminya. Namun ia terus berdoa kepada Imam
Mahdi, seperti disarankan sahabat suaminya. Ia tidak putus asa. Terus berdoa
memohon kesembuhan suaminya.
Pada suatu malam, ia terlelap tidur di
samping suaminya yang koma, tak sadarkan diri. Isteri arsitek itu bermimpi. Ia
bermimpi melihat masjid yang di depan rumahnya sesak dipenuhi oleh jamaah.
Sementara di atas mimbar seorang ulama yang sangat berwibawa dan terang rona
wajahnya, terlihat sedang berkhotbah tentang kisah perpisahan Husain bin Ali,
cucu Nabi saw, dengan keluarganya ketika hendak menjalankan perang Karbala,
yang akhirnya membuatnya gugur sebagai syahid.
Ulama itu mengisahkan detik-detik
ketika cucu Nabi itu dibunuh oleh para musuhnya. Ia juga menceritakan bagaimana
Sayyidah Zainab, saudara Husain sendiri, memeluk jasad kakak lelakinya dan
menangis tersedu-sedu.
Tiba-tiba, ulama yang berada diatas mimbar
itu menoleh kepada isteri arsitek itu dan memanggil namanya. Kontan saja isteri
arsitek itu kaget dan menoleh ke arah ulama yang sedang berceramah itu.
Setelah melihat wajah ulama itu,
isteri arsitek itu langsung menangis sejadi-jadinya. Ia menangis sembari
mengangkat tangannya tanda syukur. Entah bagaimana, ia merasa bahwa ulama yang
ada diatas mimbar itu adalah Imam Mahdi, yang selama ini selalu
disebut-sebutnya dalam setiap doanya untuk kesembuhan suaminya.
Ulama itu kemudian berkata,
"Putriku. Allah swt telah mengabulkan
doamu. Pergilah pada suamimu. Tidak lama lagi ia akan sembuh dan sehat kembali."
Mendengar itu, isteri arsitek itu
semakin larut dalam tangis harunya. Ia memanjatkan puja-puji syukur pada Allah
swt. Ia juga memanggil-manggil nama Imam Mahdi.
“Wahai Imam....Wahai Imam......”
pekiknya keras.
Saat menjerit memanggil nama Imam
Mahdi itulah ia dibangunkan oleh saudara perempuannya yang menemainya di rumah
sakit. Isteri arsitek itu sadar dari mimpinya. Ia kemudian memeluk erat tubuh
suaminya yang masih tetap tak sadar.
Sejak bermimpi itulah, isteri arsitek
itu bulat keyakinannya bahwa suaminya akan sembuh total. Dan keyakinannya
sangat benar. Terhitung sejak malam itu, suaminya terus mengalami perkembangan
positif, sesuatu yang sama sekali tak disangka dan tak dimengerti oleh tim
dokter. Kesadaran dan daya tahan tubuh arsitek itu terus mengalami perkembangan
baik.
Dokter tak bisa mendeteksi bagaimana
hal itu bsia terjadi. Padahal, menurut perhitungan dokter, kecil sekali
kemungkinan itu terjadi. Akhirnya, satu tahun lebih setelah mimpi itu, arsitek
itu sembuh total dan diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
“Hidup kami lebih tenteram berkat
karamah Imam Mahdi. Betapa indahnya kala seorang pecinta yang dimabuk rindu pada
Imam Mahdi bisa melihat Imamnya itu. Menyaksikan wibawa dan keagungannya, dan
merasakan beliau mengabulkan permintaan. Sungguh luar biasa. Kami tidak akan
pernah melupakan semua ini,” kata isteri arsitek itu setelah suaminya sembuh.
Ia pun menceritakan apa yang
dialaminya itu pada suaminya. Mereka pun menjadi keluarga pecinta Imam
Mahdi.
berdoa kpd imam mahdi ? lucu ya
BalasHapus