Suatu hari, seorang wanita shalehah menceritakan pengalamannya kepadaku. Berikut ini kisahnya:
“Kami memiliki seorang anak bernama Muhammad. Ia menderita penyakit bisu, tak bisa bicara. Kami sudah membawanya berobat ke berbagai dokter, namun tak berhasil. Suatu hari, suamiku terus memaksaku untuk berziarah ke makam Abdullah bin Musa bin Ja'far as dan berdoa disana memohon kesembuhan bagi anak kami. Akhirnya, aku menuruti keinginannya. Kami berziarah kesana tepat pada malam nishfu Sya'ban. Kulaksanakan semua ritual yang biasa dilakukan pada malam nishfu Sya'ban; seperti berdoa dan membaca surah Al-Quran. Berikutnya, aku bertawassul kepada Imam Mahdi as. Dalam doaku, aku berkata,
"Wahai Imam Mahdi..., apa yang harus kukatakan lagi dan apa yang harus kulakukan untuk menyembuhkan anakku. Dengan bahasa isyarat ia selalu bertanya mengapa dirinya tidak bisa bicara. Aku tak tahu harus menjawab apa. Sudah bertahun-tahun aku berusaha mengobatinya, tapi tak membuahkan hasil sedikit pun. Sekarang aku mengadu kepadamu. Jika engkau tidak mengabulkan permohonanku, aku tak tahu lagi harus berbuat apa lagi. Ini adalah usaha dan harapan terakhirku."
Aku terus berdoa sepanjang malam. Jarum jam menunjuk angka 5 pertanda Subuh akan segera tiba. Kusandarkan kepada ke dinding sambil menatap ke atas. Beberapa saat kemudian, mataku terpejam rapat. Dalam tidur aku bermimpi pintu makam terbuka. Seorang pria berwibawa diiringi oleh para ulama kota Bawiq masuk untuk mendirikan shalat Subuh. Aku langsung bangkit dan ingin bertanya pada salah seorang ulama tentang pria kharismatik itu. Mengapa para ulama besar rela berjalan di belakangnya.
Langkahku terhenti karena salah seorang dari mereka mengisyarakanku untuk duduk kembali. Kulihat ulama itu berkata kepada mereka,
"Biarkan dia..."
Aku langsung menghambur ke arahnya dan ingin mencium tangannya. Beliau menyambut sambil membelai kepalaku.
"Apa yang kau inginkan?"
"Putraku, Muhammad, sedang sakit. Ia bisu. Tuan, apa yang harus kulakukan untuk menyembuhkannya?"
"Bangkit dan dirikan shalat dua rakaat untuk kesembuhannya," katanya
"Sudah kulakukan, Tuan" aku menjawab.
"Shalat lagi, wahai ibu." Ulama itu kembali menyuruh.
"Bolehkan aku tahu, siapa gerangan Tuan?"
"Aku adalah orang yang kau cari." orang misterius itu menjawab.
Saat itu juga aku yakin bahwa orang itu adalah Imam Mahdi.
"Apakah anakku akan sembuh, wahai Imam?" tanyaku.
"Ya, dia akan sembuh." Imam menjawab.
Selesai berkata demikian, sang Imam tiba-tiba pergi dan menghilang dibalik pintu makam bersama para pengiringnya.
Aku terbangun dan langsung berwudhu' dengan air minum yang kubawa. Aku mendirikan shalat dua rakaat.
Matahari pagi mulai bersinar menghangatkan bumi, saat aku keluar dari kompleks makam. Seulas senyum hangat dari suami yang setia menunggu dekat pintu keluar melengkapi keindahan pagi yang cerah itu.
"Apa yang terjadi?" tanya suami.
Maka, akupun menceritakan mimpi yang kualami.
"Di dalam mimpiku, menurut Imam Mahdi, anak kita akan sembuh," jawabku.
Kami pun bergegas pulang dan mendapati Muhammad masih tidur nyenyak. Kuamati setiap inci dari tubuhnya yang tak menampakkan perubahan sedikit pun. Hatiku hancur karena menganggap usahaku sia-sia.
Muhammad menghabiskan waktunya hanya dengan menonton televisi. Hari itu, saat matahari hampir terbenam, ketika ayahnya masih belum pulang dari toko di ujung gang, aku dikagetkan oleh sebuah suara.
"Bu..., ayah mana...?"
Aku bingung suara siapa gerangan. Aku langsung berlari dari dapur. Anakku yang selama ini hanya bisa mengerang dan merintih, ternyata sudah bisa bicara lagi. Suaranya terdengar indah memecah kesunyian sekaligus meramaikan hatiku yang selama ini senyap. Muhammad menunjuk ke arah pintu dan berteriak,
"Ayah..., ayah..." Muhammad memanggil ayahnya.
Dengan sigap, kusambar kerudung yang tergantung di dinding, kugendong Muhammad, dan bergegas ke toko di ujung gang. "Muhammad memangilmu. Ia mau keluar rumah."
Suamiku yang terlihat sumringah langsung merengkuh Muhammad dalam dekapannya. Dengan air mata bahagia yang menetes membahasi pipi, ia memberondong Muhammad dengan sejumlah pertanyaan. Muhammad menjawab semua pertanyaan itu dengan anggukan dan gelengan. Kami sadar bahwa pendengarannya juga sudah pulih.
Suamiku menutup toko dengan hati berbunga-bunga. Ia terlihat senang bercanda dengan Muhammad. Sejak saat itu hingga sekarang, aku dan suami tidak pernah absen mendirikan shalat dua rakaat sebagai bentuk rasa syukur atas kesembuhan anak kami. Setiap Kamis minggu pertama, aku selalu mengontak teman dan sabahat agar juga mendirikan shalat untuk kesehatan buah hatiku. Melalu kuasa Ilahi swt, anakku disembuhkan oleh Imam Mahdi.
Kisah-kisah perjumpaan dengan Imam Mahdi ini dialami oleh berbagai orang dari berbagai negara. Perjumpaan ini juga terjadi pada tahun-tahun yang berbeda. Berikut ini beberapa kisah perjumpaan dengan Imam Mahdi yang dialami oleh beberapa orang.
Rabu, 23 Mei 2012
MELIHAT IMAM MAHDI KETIKA BANGUN DARI SUJUD
Sayyid Al-Abthahi mengisahkan,
As-Silmasi mengisahkan sebuah kisah yang tak pernah ia lupakan sepanjang hidupnya. Berikut kisahnya:
“Suatu hari, saya bersama sahabat-sahabat saya melakukan salat berjamaah bersama dengan salah seorang ulama yang luas ilmunya dan sangat berwibawa serta taat beribadah. Saat itu, kami melaksanakan shalat di makam tokoh bernama Imam al-Askariy.
“Namun, ketika beliau hendak bangun dari sujudnya, beliau tiba-tiba terdiam sejenak dan tampak sedang terkesima melihat sesuatu yang begitu dikaguminya. Selama beberapa saat, ulama itu tertegun. Setelah itu, beliau kemudian bangun dan melanjutkan salatnya hingga selesai.”
“Setelah selesai salat, kami merasa heran dan kebingungan dengan sikap ulama itu tadi. Kami tak mengerti akan sesuatu yang dilihat beliau di saat hendak bangun dari sujudnya tadi. Namun, tidak seorang pun dari kami yang berani untuk menanyakan kejanggalan itu. Wibawanya yang tinggi telah membuat kami gugup untuk menanyakan hal itu.”
“Tak lama kemudian, salah seorang sahabat saya menyuruh saya untuk menanyakannya. Saya lantas berkata padanya,
“Tidak. Kamu saja yang bertanya padanya. Bukankah kamu yang paling dekat dengannya.”
Kami sedikit berdebat saat itu, dan terdengar oleh ulama tersebut. Beliau kemudian menoleh kepada saya dan berkata,
“Apa yang kalian perbincangkan?”
Mendengar pertanyaan darinya, saya sontak menjawab,
“Kami ingin tahu apa yang engkau lihat saat akan bangun dari sujud tadi?”
Beliau terdiam sejenak dan berkata,
“Sesungguhnya saya melihat sesuatu yang sangat indah, agung dan tak akan pernah saya lupakan. Dalam shalat saya, saya melihat Imam Mahdi. Saya menyaksikan ketampanan dan keagungannya. Beliau begitu bercahaya.”
Kami pun kaget dan terkesima dengan jawaban tersebut. Maka, malam itu kami manfaatkan untuk menimba banyak ilmu kepada ulama tersebut. Terutama ilmu seputar Imam Mahdi, tanda-tanda kemunculannya serta doa-doa agar ditakdirkan untuk ebrjumpa dengannya. Kami merasa sangat beruntung, mendapat kesempatan bertemu dengan ulama tersebut.
As-Silmasi mengisahkan sebuah kisah yang tak pernah ia lupakan sepanjang hidupnya. Berikut kisahnya:
“Suatu hari, saya bersama sahabat-sahabat saya melakukan salat berjamaah bersama dengan salah seorang ulama yang luas ilmunya dan sangat berwibawa serta taat beribadah. Saat itu, kami melaksanakan shalat di makam tokoh bernama Imam al-Askariy.
“Namun, ketika beliau hendak bangun dari sujudnya, beliau tiba-tiba terdiam sejenak dan tampak sedang terkesima melihat sesuatu yang begitu dikaguminya. Selama beberapa saat, ulama itu tertegun. Setelah itu, beliau kemudian bangun dan melanjutkan salatnya hingga selesai.”
“Setelah selesai salat, kami merasa heran dan kebingungan dengan sikap ulama itu tadi. Kami tak mengerti akan sesuatu yang dilihat beliau di saat hendak bangun dari sujudnya tadi. Namun, tidak seorang pun dari kami yang berani untuk menanyakan kejanggalan itu. Wibawanya yang tinggi telah membuat kami gugup untuk menanyakan hal itu.”
“Tak lama kemudian, salah seorang sahabat saya menyuruh saya untuk menanyakannya. Saya lantas berkata padanya,
“Tidak. Kamu saja yang bertanya padanya. Bukankah kamu yang paling dekat dengannya.”
Kami sedikit berdebat saat itu, dan terdengar oleh ulama tersebut. Beliau kemudian menoleh kepada saya dan berkata,
“Apa yang kalian perbincangkan?”
Mendengar pertanyaan darinya, saya sontak menjawab,
“Kami ingin tahu apa yang engkau lihat saat akan bangun dari sujud tadi?”
Beliau terdiam sejenak dan berkata,
“Sesungguhnya saya melihat sesuatu yang sangat indah, agung dan tak akan pernah saya lupakan. Dalam shalat saya, saya melihat Imam Mahdi. Saya menyaksikan ketampanan dan keagungannya. Beliau begitu bercahaya.”
Kami pun kaget dan terkesima dengan jawaban tersebut. Maka, malam itu kami manfaatkan untuk menimba banyak ilmu kepada ulama tersebut. Terutama ilmu seputar Imam Mahdi, tanda-tanda kemunculannya serta doa-doa agar ditakdirkan untuk ebrjumpa dengannya. Kami merasa sangat beruntung, mendapat kesempatan bertemu dengan ulama tersebut.
Rabu, 09 Mei 2012
SEMBUH DARI KOMA 2 TAHUN, SETELAH BERJUMPA DENGAN IMAM MAHDI
Peristiwa ini terjadi pada tahun
1980an. Terjadi
di kota Tibriz, Iran. Kisah ini disampaikan langsung oleh seseorang yang
bernama Al-Mirdamadi. Ini kisah tentang seseorang wwanita yang berjumpa dengan
Imam Mahdi, ketika suaminya sedang sakit keras. Al-Mirdamadi sendiri mendengar
kisah ini langsung dari orang tersebut.
Berikut kisahnya, sebagaimana
disampaikan oleh Al-Mirdamadi:
“Seorang arsitek muda tinggal bersama
isteri dan anaknya di kota Tibriz, Iran. Seperti biasa, setiap pagi ia pergi kerja
dengan mengendarai monil. Hari itu, walaupun diluar diselimuti salju, ia tetap pergi
ke kantor.
Ditengah perjalanan, jalanan macet
sekali. Bahkan hampir tak bergerak. Hal itu disebabkan oleh timbunan salju yang
menutupi jalan. Karena tak mungkin melanjutkan perjalanan, orang itu memutuskan
untuk kembali ke rumah. Ia pun berbelok memutar mobilnya. Saat itulah, dari
arah berlawanan muncul mobil dengan kecepatan tinggi. Tabrakan pun tak dapat
dihindarkan.
Tubuh arsitek itu terpental ke depan
membentur kaca dan mendarat keras di jalan bersalju. Ia terluka parah. Terutama
di bagian kepala. Dalam sekejap, beberapa orang mengerumuni tempat kejadian itu.
Dengan tubuh penuh luka, arsitek itu dibawa ke rumah sakit terdekat.
Spesialis otak di rumah sakit itu yang
bernama Dokter Ashghari segera memeriksa kondisi sang arsitek. Setelah melihat
keadaannya, ia segera meminta keterangan perihal kecelakaan yang menimpa sang
arsitek kepada orang yang mengantarnya tadi.
Kepada isteri arsitek yang datang
kemudian, Dokter Ashghari mengatakan bahwa kondisinya sangat parah. Tapi
anehnya, kondisinya masih tetap bernyawa. Artinya, secara medis sebenarnya
sudah akut, tapi tanda-tanda kehidupan masih tampak jelas. Ini sesuatu yang
tidak biasa dalam kedokteran. Ini juga pengalaman yang belum pernah dialami
sebelumnya oleh Dokter Ashghari. Kepada isteri dari arsitek itu, Dokter
Ashghari kemudian mengatakan bahwa ia akan melakukan yang terbaik untuk
menyelamatkan suaminya.
Ditemani oleh beberapa pakar bedah
yang lain, Dokter Ashghari memimpin perencanaan operasi terhadap sang arsitek.
Sayangnya, kondisi sang arsitek semakin lama semakin melemah. Beberapa saat
kemudian ia koma dan seluruh anggota tubuhnya tidak bergerak lagi. Meskipun
beragam cara sudah dilakukan oleh para ahli, kondisi sang arsitek tidak
mengalami kemajuan sedikit pun. Ia terbujur koma selama beberapa bulan. Operasi
tidak jadi dilakukan.
Melihat kondisi pasien yang seperti
itu, pihak rumah sakit kemudian memutuskan untuk hasil scan berikut
seluruh transkrip diagnosa arsitek itu ke beberapa rumah sakit di Iran. Mereka
berharap mendapt masukan dari para dokter-dokter ahli dan senior. Semua dokter
terkejut mengetahui pasien separah itu masih bertahan hidup. Padahal, kondisinya
sudah sangat parah.
Akhirnya, mereka sepakat untuk
mengirim semua hasil diagnosa ke salah satu rumah sakit di Jerman. Gayung
bersambut, dokter Jerman bersedia membantu proses penyembuhan. Tapi mereka juga
menegaskan bahwa mereka pesimis bisa menolong sang arsitek.
Karena terlalu lama koma, paru-paru
dan otak sang arsitek mulai mengalami pendarahan. Dengan berat hati, dokter
memberitahu isteri arsitek itu bahwa semuanya mungkin akan berakhir buruk. Mereka
akan berusaha semaksimal mungkin, tapi tidak bisa memberikan harapan yang
berlebihan.
Saat itu, semua keluarga berkumpul di
rumah sakit. Termasuk isteri dan anak arsitek itu. Isterinya tampak sangat
sedih dan penuh keputusasaan. Lalu, ada seorang anggota keluarga yang mendekati
isteri arsitek itu dan menyarankannya untuk berdoa kepada Imam Mahdi untuk
kesembuhan suaminya. Ia menyarankan agar doa itu dipanjatkan dengan sangat
khusyuk dan terus menerus selama berhari-hari.
“Insyaallah, dengan doa itu Allah swt
akan menyembuhkan kesehatan suami ibu. Walaupun para dokter telah memvonis
sulit untuk menyelamatkan suami ibu. Selalu ada harapan bagi para pecinta Imam
Mahdi. Maut adalah kuasa Allah swt,” katanya menasehati isteri arsitek.
Sejak malam itu, isteri arsitek tak
pernah alpa untuk salat malam dan berdoa kepada Imam Mahdi demi kesembuhan
suaminya. Pada tengah malam, setelah suaminya dirawat sekitar 4 bulan lebih di
rumah sakit, isteri arsitek itu keluar dari mushalla rumah sakit dan hendak
menuju kamar tempat suaminya di rawat.
Malam itu, salju turun lebat. Halaman
rumah sakit tertutup oleh butiran salju tebal. Isteri arsitek itu tampak sangat
tertekan. Ia seperti semakin tipis harapan pada keselamatan suaminya yang telah
empat bulan lebih di rawat. Karen tekanan yang amat sangat, wanita itu kemudian
berteriak di tengah-tengah halaman yang penuh salju, memanggil-manggil Imam
Mahdi dan memohon kesembuhan suaminya.
“Wahai Imam, dengarlah panggilanku
ini. Dengan izin dan kuasa Allah, sembuhkanlah suamiku. Buatlah dia sehat
kembali. Aku memiliki tiga anak yang akan menjadi yatim, jika ayah mereka
meninggal. Aku tak sanggup menjalani hidup seperti itu. Sembuhkanlah suamiku.”
ia berteriak dengan lantang di tengah halaman yang bersalju dan tersungkur
bersujud di atas tanah.
Setelah itu, wanita itu kemudian masuk
menuju kamar suaminya yang tetap tak sadarkan diri seperti biasanya. Namun
anehnya, setelah melakukan hal tadi, berteriak memanggil nama Imam Mahdi,
isteri arsitek itu merasa bahwa beban berat yang ada di dadanya seperti
terangkat dan mencair.
Ia merasakan kelegaan serta perasaan damai.
Bahkan, justru muncul perasaan rela dan ikhlas, jika Allah swt berkenan untuk
memanggil suaminya menuju keharibaan-Nya. Entah, mengapa perasaan ikhlas itu
datang tiba-tiba. Ia seperti merasa kuat dan tegar, jika suaminya kelak
meninggal. Namun, isteri arsitek itu tidak begitu perhatian dengan apa yang
dirasakannya itu.
Beberapa minggu setelah itu, tak ada
perubahan yang berarti pada kondisi suaminya. Namun ia terus berdoa kepada Imam
Mahdi, seperti disarankan sahabat suaminya. Ia tidak putus asa. Terus berdoa
memohon kesembuhan suaminya.
Pada suatu malam, ia terlelap tidur di
samping suaminya yang koma, tak sadarkan diri. Isteri arsitek itu bermimpi. Ia
bermimpi melihat masjid yang di depan rumahnya sesak dipenuhi oleh jamaah.
Sementara di atas mimbar seorang ulama yang sangat berwibawa dan terang rona
wajahnya, terlihat sedang berkhotbah tentang kisah perpisahan Husain bin Ali,
cucu Nabi saw, dengan keluarganya ketika hendak menjalankan perang Karbala,
yang akhirnya membuatnya gugur sebagai syahid.
Ulama itu mengisahkan detik-detik
ketika cucu Nabi itu dibunuh oleh para musuhnya. Ia juga menceritakan bagaimana
Sayyidah Zainab, saudara Husain sendiri, memeluk jasad kakak lelakinya dan
menangis tersedu-sedu.
Tiba-tiba, ulama yang berada diatas mimbar
itu menoleh kepada isteri arsitek itu dan memanggil namanya. Kontan saja isteri
arsitek itu kaget dan menoleh ke arah ulama yang sedang berceramah itu.
Setelah melihat wajah ulama itu,
isteri arsitek itu langsung menangis sejadi-jadinya. Ia menangis sembari
mengangkat tangannya tanda syukur. Entah bagaimana, ia merasa bahwa ulama yang
ada diatas mimbar itu adalah Imam Mahdi, yang selama ini selalu
disebut-sebutnya dalam setiap doanya untuk kesembuhan suaminya.
Ulama itu kemudian berkata,
"Putriku. Allah swt telah mengabulkan
doamu. Pergilah pada suamimu. Tidak lama lagi ia akan sembuh dan sehat kembali."
Mendengar itu, isteri arsitek itu
semakin larut dalam tangis harunya. Ia memanjatkan puja-puji syukur pada Allah
swt. Ia juga memanggil-manggil nama Imam Mahdi.
“Wahai Imam....Wahai Imam......”
pekiknya keras.
Saat menjerit memanggil nama Imam
Mahdi itulah ia dibangunkan oleh saudara perempuannya yang menemainya di rumah
sakit. Isteri arsitek itu sadar dari mimpinya. Ia kemudian memeluk erat tubuh
suaminya yang masih tetap tak sadar.
Sejak bermimpi itulah, isteri arsitek
itu bulat keyakinannya bahwa suaminya akan sembuh total. Dan keyakinannya
sangat benar. Terhitung sejak malam itu, suaminya terus mengalami perkembangan
positif, sesuatu yang sama sekali tak disangka dan tak dimengerti oleh tim
dokter. Kesadaran dan daya tahan tubuh arsitek itu terus mengalami perkembangan
baik.
Dokter tak bisa mendeteksi bagaimana
hal itu bsia terjadi. Padahal, menurut perhitungan dokter, kecil sekali
kemungkinan itu terjadi. Akhirnya, satu tahun lebih setelah mimpi itu, arsitek
itu sembuh total dan diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
“Hidup kami lebih tenteram berkat
karamah Imam Mahdi. Betapa indahnya kala seorang pecinta yang dimabuk rindu pada
Imam Mahdi bisa melihat Imamnya itu. Menyaksikan wibawa dan keagungannya, dan
merasakan beliau mengabulkan permintaan. Sungguh luar biasa. Kami tidak akan
pernah melupakan semua ini,” kata isteri arsitek itu setelah suaminya sembuh.
Ia pun menceritakan apa yang
dialaminya itu pada suaminya. Mereka pun menjadi keluarga pecinta Imam
Mahdi.
KISAH SEORANG IBU DAN ANAKNYA YANG TERSESAT DAN DITOLONG OLEH IMAM MAHDI
Kisah ini terjadi pada isteri dan anak
dari seseorang yang bernama Ridha Ad-Dezfuli. Yaitu kisah perjumpaan isteri dan
anaknya dengan Imam Mahdi, saat mereka melakukan sebuah perjalanan untuk
ziarah. Peristiwa ini sendiri terjadi di Irak, sekitar tahun 1980an.
Kisah ini diceritakan langsung oleh Ridha
Ad-Dezfuli, sesuai dengan yang didengarnya dari isterinya. Berikut kisahnya,
seperti diceritakan langsung oleh Ridha Ad-Dezfuli:
“Suatu hari, aku ingin beriziarah ke makam
Imam Husein, di Karbala, Irak. Kebetulan, di kota itu aku memiliki rumah yang
biasa aku kunjungi, kalau aku sedang berziarah kesana. Setelah ziarah, biasanya
aku mampir ke rumah itu dan tinggal beberapa hari disana. Dalam ziarah kali
ini, aku tidak sendiri. Aku membawa serta anak dan istriku. Biasanya, kami
sekalian berlibur juga bersama anak-anak.
Sebelum berangkat, aku siapkan dulu keledai
untuk kutunggani sendiri, serta dua ekor unta untuk anak, istri, serta bekal
perjalanan. Kebetulan, saat itu ada beberapa rombongan yang juga akan berziarah
ke Karbala. Jumlahnya sekitar 50 orang, terbagi dalam beberapa kelompok
(kafilah). Aku dan kelaurga berangkat bersama dengan mereka.
Sepanjang separuh perjalanan, smeua berjalan
lancar. Aku berada di bagian depan rombongan. Sementara isteri dan anakku
berada di baris belakang rombongan, bersama-sama dengan kelompok perempuan.
Setelah beberapa lama perjalanan, kami
sampai di sebuah daerah yang bernama Nakhilah. Saat itu, aku bermaksud untuk
meminta minuman kepada isteriku yang memegang bekal makanan dan minuman kami.
Maka, aku arahkan keledai ke belakang rombongan.
Betapa kagetnya aku, ketika tak
kudapati isteri dan anakku. Aku mencoba mencair-cari ditengah-tengah romobongan,
tapi tak ada. Aku tanyakan pada ibu-ibu yang ada disana, mereka juga heran dan
tak tahu kapan isteri dan anakkku keluar dari rombongan.
Aku langsung memberitahu ketua
kafilah. Menurut perkiraanku dan ketua kafilah, isteri dan anakku ketinggalan
di belakang rombongan. Maka, ditemani ketua kafilah, aku memutar arah menyusuri
jalan yang kami tempuh tadi. Anehnya, kami tidak menemukan mereka. Padahal kami
sudah menempuh perjalanan yang lumayan jauh.
"Mungkin keluargamu terpisah dari
rombongan dan salah jalan," kata ketua kafilah.
Kami coba mencari lagi tanpa mengenal
lelah. Kekhawatiran mulai menyelusup ke dalam dada. Perkataan ketua kafilah
tadi ter-ngiang jelas di telinga. Karena tidak ketemu juga, kami berdua
memutuskan untuk meneruskan perjalanan ke Karbala bersama seluruh anggota
kafilah yang menunggu kami. Kuhabiskan waktu sepanjang perjalanan dengan
perasaan yang tak menentu.
Sesampainya di Karbala, aku berniat
untuk menemui beberapa orang dan meminta bantuan mereka untuk mencari keluargaku. Tapi sebelumnya, aku mampir
terlbih dahulu di rumahku yang ada di kota itu. Aku akan mengambil beberapa
perlengkapan dan uang, sebagai bekal dan bayaran untuk orang-orang yang akan
membantuku mencari isteriku.
Di rumah itu biasanya ada seorang
penjaga yang aku pekerjakan untuk menjaga kemanan dan kebersihan rumah.
Sesampai di rumah itu, aku mengetuk pintu.
Ajaib, orang yang membukakan pintu
ternyata bukan penjaga rumah, tapi istriku sendiri! Jantungku hampir berhenti
berdetak karena sangat bahagia.
"Dari mana saja engkau? Dan
bagaimana engkau bisa sampai disini sekarang? Naik apa? Bagaimana dengan
anak-anak?" tanyaku penuh keheranan bercampur panik.
Isteri menjawab dengan tenang:
"Aku terpisah dari romobongan
saat berada di Nakhilah. Saat itu, anak-anak minta makan. Saat akan membuka tempat
makanan, tanganku gemetar sehingga tempat makanan itu beradu satu sama lain.
Suaranya mengejutkan unta yang kukendarai. Ia berlari kencang ketakutan. Terang
saja, tempat maknan itu itu semakin terguncang-guncang dan suaranya semakin
nyaring. Aku panik dan ketakutan sehingga tidak bisa mengendalikan unta yang
lari kesetanan itu. Aku sudah berusaha berteriak, tapi suaraku kalah nyaring
dari suara dentingan rantang.
“Aku mulai putus asa. Takut jatuh
terpelanting atau untaku menabrak sesuatu. Tanpa sadar, aku dan anakku menjerit
meminta tolong pada Imam Mahdi. Kami memanggil-manggil nama Imam Mahdi. Kami
terus menjerti-jerit menyebut nama Imam Mahdi. Beberapa saat kemudian, aku
melihat pria bercahaya yang tampak kharismatik dalam busana Arabnya.”
Ia berkata kepada kami:"Jangan
takut, wahai ibu."
Unta yang kami kendarai seketika
menjadi tenang dan diam.
Orang itu mendekat dan bertanya,
"Kau ingin pergi ke
Karbala'?"
"Ya." Jawabku.
Ia kemudian memegang tali kekang unta
dan menuntunnya kembali ke jalan. Sambil berjalan, aku memberanikan diri
menanyakan jati dirinya.
Orang itu menjawab:
"Aku adalah orang yang bertugas
menolong orang-orang yang membutuhkan dan mencintaiku (Imam Mahdi), seperti
dirimu yang hampir tersesat di gurun ini," jawabnya.
Mendengar kisah isterinya, si suami
langsung menetaskan air mata. Ia sujud syukur, memanjatkan doa. Ia terus
menyebut nama Imam Mahdi dan bersyukur atas pertolongan yang diberikan pada
isteri dan anak-anaknya.
Senin, 07 Mei 2012
IMAM MAHDI MENYELAMATKANNYA DARI PARA PENDOSA
Hidup
seorang ulama besar di salah satu daerah di Irak. Nama ulama ini adalah Muhammad
Taqi Bafaqi. Beliau bukan saja berilmu, tapi berani menentang kedzaliman
penguasa saat itu. Karena keberanian dan sikap kritisnya itulah, beliau
beberapa kali dipenjara oleh penguasa. Hingga akhirnya, beliau diasingkan ke
luar negeri.
Sebelum
meninggal, beliau sempat menceritakan sebuah kisah rahasia kepada saudara
kandungnya yang bernama Mala Asadullah Bafaqi. Yaitu, kisah bahwa dirinya pernah
berjumpa dengan Imam Mahdi. Namun, beliau mewanti-wanti saudara kandungya
tersebut, agar tidak menceritakan kisah ini pada siapapun, kecuali beliau sudah
meninggal.
Kisah
ini diceritakan langsung oleh Muhammad Taqi Bafaqi kepada saudara kandungnya
tersebut. Namun, saudara kandungnya baru “membocorkan” kisah ini, setelah
kakaknya itu, Muhammad Taqi Bafaqi, wafat beberapa tahun kemudian.
Berikut
kisahnya, sesuai dengan yang dituturkan oleh Muhammad Taqi Bafaqi sendiri:
“Saudaraku, aku ingin
menceritakan padamu sebuah kisah yang sangat penting. Kisah tentang pertemuanku
dengan Imam Mahdi. Namun, aku tidak rela engkau menceritakan kisah ini kepada
orang lain, hingga aku nanti telah meninggalkan dunia ini. Aku percaya dan
yakin engkau akan memegang amanatku ini. Begini ceritanya.
“Saat masih muda, aku belajar
ilmu agama di Najaf, Irak. Pada suatu hari, aku berniat berziarah ke makam salah satu imam besar disana, yaitu Ali bin Musa ar-Ridha. Aku
berjalan kaki, meskipun jaraknya lumayan jauh. Saat itu, udara
sangat dingin. Aku menemui banyak kesulitan dalam perjalanan, terutama karena
hujan lebat dan jalan-jalan yang ditutupi salju. Setelah beberapa lama
perjalanan, aku sampai di sebuah dataran yang tertutup salju. Tubuhku gemetar
karena dingin.”
“Lalu, aku melihat dari
kejauhan sebuah kedai kopi yang memancarkan cahaya di petang yang sangat dingin
itu. Melihat kedai kopi, maka aku berniat untuk beristirahat dan menghabiskan
malam ini di sana, untuk kemudian melanjutkan perjalanan lagi esok hari. Ketika aku hendak
masuk ke dalam kedai itu, aku melihat sejumlah orang Kurdi sedang sibuk berjudi
dengan kartu dan dadu.
Hatiku miris dan sedih
melihat para penjudi itu. Aku jadi bingung, apakah tetap akan masuk ke dalam
kedai itu dan berkumpul satu atap dengan mereka, atau membatalkannya dan melanjutkan
perjalanan. Tetapi, badanku sudah terasa sangat lelah dan kedinginan, sehingga
perlu istirahat. Aku terdiam kebingungan, di depan pintu masuk kedai itu.
“Saat dalam keadaan
bingung itulah, tiba-tiba aku mendengar suara memanggil-manggil,
“Mari kesini, wahai
Muhammad Taqi. Kemari!”
“Maka, akupun memalingkan
muka ke arah suara berasal. Aku tercengang melihatnya. Ternyata, aku lihat
seseorang yang agung, berwibawa, dan sangat tampan duduk di bawah sebuah pohon
besar. Ia memanggil aku untuk duduk bersamanya.
“Aku pun maju
mendekatinya dan memberi salam kepadanya. Kemudian ia mengatakan:
“Wahai
Muhammad Taqi, engkau tahu bahwa kedai kopi itu bukanlah tempat yang layak
untukmu atau orang-orang sepertimu. Kemarilah dan
duduklah di sampingku.”
“Maka, akupun datang
dan duduk disampingnya. Ketika duduk di sampingnya, aku sama sekali tidak lagi
merasakan udara dingin, seperti sebelumnya. Tiba-tiba udara menjadi sangat
hangat, padahal disekelilingnya tetap tertutup salju. Aku heran.
“Melihat
keajaiban-keajaiban itu, dan juga penilaianku terhadap ciri-ciri wajah dan
tubuhnya, saat itu hati kecilku meyakini bahwa dia adalah Imam Mahdi. Hatiku langsung tergetar. Maka, malam itu aku habiskan untuk berdoa
bersamanya. Aku merasa sangat bahagia, sekaligus terharu. Malam itu aku
merasakan sebuah ketenangan dan kelapangan yang belum pernah aku rasakan lagi,
baik sebelum mapupun setelah itu. Itu malam terindah dalam hidupku.
Ketika datang waktu
Shubuh dan kami telah melakukan shalat Shubuh, Imam mengatakan,
“Waktu pagi telah menyingsing.
Mari kita berangkat.”
Aku berkata
kepadanya,
“Ya
Sayyidi, apakah engkau mengizinkan aku untuk selalu mengabdi padamu dan
senantiasa ada disampingmu?”
Ia menjawab,
“Engkau tidak dapat selalu
ada bersamaku, wahai Muhammad Taqi. Takdir tidak memungkinkan untuk itu. Namun,
yakinlah bahwa aku selalu menemanimu dan berada disampingmu, selama perjalanan
engkau menuju makam ar-Ridha. Jangan khawatir dan takut. Teruslah berjalan
untuk sampai ke makam ar-Ridha. Yakinlah bahwa Allah SWT senantiasa menjaga dan
melindungimu.”
Maka, pagi itu akupun
langsung melanjutkan perjalanan untuk berziarah. Berbagai halangan dan
rintangan aku lewati tanpa sedikitpun ragu atau merasa lelah. Dingin salju yang
menyengat, malam yang mencekam serta jalanan yang terjal seperti tidak terasa
sekali. Aku berjalan dengan penuh keyakinan, bahwa Imam Mahdi menemaniku dan
berada disampingku. Hingga akhirnya, aku sampai di makam ar-Ridho, dan
menghabiskan waktu yang panjang untuk berdoa dan beribadah disana.
Semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai golongan hamba-Nya yang
mencitai dan merindukan Imam Mahdi. Aku bersyukur setiap saat kepada Allah SWT,
yang telah mentakdirkanku untuk berjumpa dengan Imam Mahdi.
Langganan:
Postingan (Atom)